-->

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Ingrid Goes West / Mother! / Beach Rats

Kumpulan review pendek kali ini dibuka oleh Ingrid Goes West, satir mengenai kultur media umum khususnya Instagram yang mestinya memantapkan posisi Aubrey Plaza di jajaran aktris kelas satu Hollywood. Pada Festival Film Sundance 2017, David Branson Smith dan Matt Spicer meraih Waldo Salt Screenwriting Award untuk naskah terbaik. Berikutnya Mother!, horor psikologis karya Darren Aronofsky yang membelah penonton menjadi dua kubu sekaligus menyulut kontroversi terkait alegori mengenai Alkitab. Terakhir ada Beach Rats, film bertema LGBT yang juga berjaya di Sundance, membawa Eliza Hittman meraih sutradara terbaik.

Ingrid Goes West (2017)
Budaya media umum bukan saja telah menjamur, juga beracun. Nampak pada tingkah Ingrid (Aubrey Plaza) yang menguntit selebgram asal L.A., Taylor (Elizabeth Olsen), meniru caranya berpakaian, makanan favorit, hingga alat mandi. Ingrid serupa sampaumur kini yang rela meniru jati diri (baik literal maupun metaforikal) demi status dunia maya walau tanpa kehidupan dunia nyata. Arah alur gampang ditebak, tapi kekuatan utama film ini yaitu observasi soal ragam sikap destruktif pengguna media sosial, dari perjuangan mendaki kasta, stalking, hingga obsesi pendorong kesediaan meniru sang idola. Topik ini spesifik tapi relevan bagi tiap situasi juga era, bahkan sebelum Instagram merajalela. Selain setia bergaya canggung, Plaza pertanda kapasitas memainkan nada serius, jago dalam memaparkan fluktuasi emosi. Berkatnya, pengamatan kita menghasilkan pengaruh beragam, sesekali menaruh kasihan, kadang menertawakan, menikmati kala Ingrid kena batunya. Olsen sebaliknya, benderang, layaknya sosok ideal yang menciptakan orang ingin berteman bahkan menjadi dirinya. Titik rendah filmnya terletak di konklusi kurang tegas, ingin melanjutkan satir ke tataran lebih jauh atau mengusung pesan positif yang justru berujung justifikasi pada pihak yang disindir. (3.5/5)

Mother! (2017)
Melalui Mother!, Aronofosky tidak tertarik menyadarkan apalagi menginspirasi. Sepertinya fase itu sudah usang berlalu, menyisakan amarah yang menanti tercurah. Aronofosky murka pada banyak pihak, dari sikap semau sendiri dan ketidakpedulian insan yang melukai Mother Nature (Jennifer Lawrence), pula representasi Tuhan dalam sosok Him (Javier Bardem) yang menurutnya tergila-gila akan puja-puji. Guna menuturkan interpretasi lepas dari Kitab Kejadian ini, pemakaian narasi konvensional memang sulit dilakukan, sehingga gaya metaforikal bersifat perlu, bukan pretensius. Meski bertebaran simbol, alur yang tetap mengikuti kaidah tiga babak (awal-tengah-akhir) memudahkan penonton menyusun keping teka-teki. Jangan khawatir daya tariknya hilang begitu tema besar terpecahkan, lantaran Mother! masih menyimpan setumpuk absurditas selaku tambahan detail cerita, dengan titik puncak gila sebagai penegas bahwa kemampuan Aronofsky mengganggu batin penonton, yang tampak semenjak awal karirnya, belum luntur. Aronofsky sukses menjahit rapi hikayat Bibel versinya ke dalam konflik suami-istri yang masing-masing sanggup bangkit sendiri. (4.5/5)

Beach Rats (2017)
Pencarian jati diri, konformitas, kekerabatan keluarga yang berjarak. Eliza Hittman menerapkan lika-liku dunia sampaumur itu dalam lingkup LGBT. Frankie (Harris Dickinson) rutin menghabiskan malam di depan komputer menelusuri gay chat room untuk mencari laki-laki lebih tua. Meski demikian, beliau enggan mengaku gay, punya pacar perempuan walau sulit terangsang kala berafiliasi seks, bersahabat, menghisap ganja bersama tiga mitra yang menganggap kekerabatan sesama jenis menggelikan pula menjijikkan. Bahwa sampaumur bersedia menyangkal identitas, menyesuaikan dengan "norma" semoga diakui, jadi sorotan utama Hittman. Dickinson memberi ketenangan namun dinamis dalam bertukar kalimat. Performa ini selaras dengan "topeng" Frankie yang menyimpan problem sembari ingin tampak "normal" di lingkungan sosial. Hélène Louvart menggunakan kamera 16mm, merangkai kelembutan malam minim cahaya, menghasilkan gambar-gambar yang menyokong perasaan karakternya. Sementara Hittman membungkus adegan seks melalui kelembutan serupa, meniadakan kesan vulgar murahan. Solid, tapi Beach Rats takkan bertahan usang di ingatan akhir ketiadaan pembeda dibanding drama indie low budget kebanyakan (visual stylish, slow burning). Terlebih penokohannya kurang mendalam, sebatas melayani tugas masing-masing ("the distant mother", "the girlfriend", "the asshole homophobic friends") tanpa kepribadian menarik. (3.5/5)

INFO LOWONGAN KERJA TERBARU KLIK DISINI

Iklan Atas Artikel


Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2


Iklan Bawah Artikel